Tentang Seorang Pelukis 2

Cerita ini aku sambungkan setelah sekian lama aku berdiam...
Kalian bisa membaca cerita Tentang Seorang Pelukis sebelumnya..

Hana pergi meninggalakan aku sendirian di studio, aku menghela nafas panjang seraya merebahkan tubuhku di kursi. 

Aku takut jatuh cinta, cinta itu menyakitkan meski selalu di balut keindahan. Sekian kali patah hati. Tapi patah ini berbeda, perpisahanku dengan Bintang. Aku benar-benar takut jatuh cinta lagi. Aku takut salah menitipkan hatiku pada laki-laki. Kenapa laki-laki punya kebiasaan datang untuk mematahkan hati para perempuan? Sejak hari itu aku sulit mencintai laki-laki, aku bukan tidak normal tapi aku benar-benar menjaga hatiku untuk laki-laki yang tepat. Aku lebih hati-hati menjaga hati pasca aku merasakan perpisahaan penuh pilu ini.

Aku mengarahkan padanganku menatap samar bayangmu, bersama sejuta rasa sesak di hati. Aku mencoba menyentuh lukisan di hadapanku dan aku rasa bayangmu begitu dekat seperti angin terasa tidak terlihat.
"Kamu gak NYATA!" Aku berteriak kencang kemudian menggambil lukisan di hadapanku dan membantingnya sekencang-kencangnya.

"Pergi dan jangan terus membayangi aku di sini!" aku benar-benar memuntahkan emosiku, bantingan barang-barang tidak terelakan sambil aku meneteskan air mata. Aku menangis lemas di antara tumpukan benda-benda yang sudah hancur lebur berserakan di lantai. Kenapa jatuh cinta sesakit ini? sakit yang tidak aku mengerti sama sekali, sakit hingga mau mati rasanya. Icha yang dulu sudah mati, setengah jiwanya hilang terbawa pergi ketika Bintang tidak pernah kembali untuk bersisian dengannya.

Studio itu benar-benar jadi saksi pilu kesedihanku, caosnya studio seakan diam yang bercerita kesedihan dan emosiku. Aku berjalan keluar meninggalkan studio itu. Aku melangkah tanpa arah, seperti mayat hidup tak tahu harus kemana lagi? Entah sampai kapan harus seperti ini? Entah sampai kapan luka akan sembuh?

Bintang... sakitku ini karena harus terpisah darimu...


(Bersambung)

Komentar

Postingan Populer